Update Biaya Charging Mobil Listrik di SPKLU Swasta 2025, Lebih Hemat dari PLN?

Tarif pengisian mobil listrik di SPKLU swasta tahun 2025

UPDATEOTOMOTIF.COM - Tahun 2025 menjadi tonggak krusial bagi para pemilik mobil listrik di Indonesia. Persaingan tarif pengisian daya atau charging antara SPKLU milik PLN dan swasta semakin terbuka, menghadirkan banyak pilihan bagi konsumen.

PLN memang masih menjadi pemain utama dalam infrastruktur kendaraan listrik lewat SPKLU mereka yang tersebar luas. Namun kehadiran SPKLU swasta seperti Voltron, Starvo, dan Ultra Charge mulai mencuri perhatian berkat skema tarif yang kompetitif dan layanan yang lebih fleksibel.

Tarif resmi SPKLU PLN mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2020, yakni sekitar Rp1.650 hingga Rp2.466 per kWh. Setelah ditambahkan pajak dan biaya lainnya, tarif fast charging bisa mencapai Rp3.400 per kWh.

Sementara itu, sejumlah SPKLU swasta menerapkan tarif bervariasi tergantung jenis pengisian dan lokasi. Beberapa bahkan mengklaim lebih murah dari PLN, terutama jika pelanggan menggunakan sistem keanggotaan atau dompet digital.

Sebagai contoh, berikut adalah daftar estimasi tarif pengisian mobil listrik di beberapa SPKLU swasta pada tahun 2025:

  • Voltron (Fast Charging < 50 kW): Rp2.467 per kWh
  • Voltron (Fast Charging > 50 kW): Rp3.600 per kWh
  • Ultra Charge (AC 22 kW): Rp2.700 per kWh
  • Starvo (Slow Charging AC): Rp1.800 per kWh
  • Green Energy Hub (Home-Based SPKLU): Rp1.500–Rp1.700 per kWh

Harga tersebut bisa lebih rendah jika pengguna memanfaatkan program loyalty, cashback, atau promo dari dompet digital seperti OVO, Gopay, dan DANA. Beberapa SPKLU bahkan menggratiskan biaya parkir selama pengisian berlangsung, yang tentu menjadi nilai tambah.

Dalam praktiknya, selisih biaya per pengisian bisa cukup terasa. Untuk mobil dengan kapasitas baterai 40 kWh, charging penuh di SPKLU swasta bisa menghabiskan Rp100.000 hingga Rp135.000, tergantung daya dan tarif per lokasi.

Pengguna mobil listrik di kota besar seperti Jakarta, Tangerang, dan Bandung kini semakin aktif membandingkan tarif dari berbagai penyedia SPKLU. Faktor kenyamanan, lokasi strategis, dan waktu tunggu juga menjadi bahan pertimbangan.

“Saat mengisi daya di rumah, saya hanya mengeluarkan biaya sekitar Rp1.500 per kWh, jelas lebih hemat. Tapi kalau sedang bepergian jauh, saya tetap butuh SPKLU dengan fast charging,” kata Andri, pengguna Hyundai Ioniq asal BSD.

Sementara itu, pengguna lain seperti Wahyu memilih SPKLU PLN karena minim antrean dan kecepatan pengisian yang stabil. “Walaupun tarifnya sedikit lebih tinggi, saya tetap memilih SPKLU PLN karena lebih terpercaya untuk perjalanan jarak jauh,” ujarnya.

Namun, SPKLU swasta juga terus meningkatkan kapasitas dan memperbanyak titik layanan. Beberapa lokasi populer termasuk mal, area parkir perkantoran, dan rest area tol trans-Jawa. Ini memberikan keuntungan mobilitas yang lebih luas bagi pengguna.

Bahkan beberapa SPKLU swasta kini telah mengintegrasikan sistem reservasi via aplikasi. Pengguna bisa cek ketersediaan charger, memilih waktu pengisian, hingga membayar langsung dari aplikasi mereka.

Pemerintah pun mendukung pertumbuhan SPKLU swasta. Kementerian ESDM menargetkan ribuan unit SPKLU terpasang di seluruh Indonesia sebelum 2030, termasuk melalui kerja sama swasta. Ini demi mempercepat transisi energi bersih dan mengurangi emisi karbon dari kendaraan berbahan bakar fosil.

Walau kompetisi kian sengit, SPKLU milik PLN tetap menjadi pilihan utama berkat cakupan jaringan nasional dan kestabilan suplai listriknya. Namun, tarif yang ditawarkan SPKLU swasta semakin menarik dan menjadi solusi alternatif bagi pengguna dengan mobilitas harian tinggi.

Beberapa pengguna bahkan mulai mengatur pola pengisian: charging harian di rumah, pengisian tambahan di SPKLU swasta saat belanja atau bekerja, dan SPKLU PLN saat perjalanan jauh. Strategi ini dinilai efisien secara biaya dan waktu.

Selain itu, SPKLU swasta terus bersaing dari sisi fasilitas. Fitur seperti lounge berpendingin, Wi-Fi gratis, dan layanan pelanggan real-time menjadi pembeda yang disukai konsumen muda.

Pada akhirnya, pilihan antara SPKLU PLN dan swasta bergantung pada gaya berkendara dan kebutuhan pengguna. Harga per kWh kini tak lagi satu-satunya pertimbangan—kenyamanan, kecepatan, dan lokasi juga turut menentukan pengalaman pengisian daya. (Okt)