UPDATEOTOMOTIF.COM - Aliran impor mobil listrik dari China semakin meningkat, memicu kekhawatiran di antara para pelaku industri otomotif dalam negeri. Toyota Indonesia menjadi salah satu produsen besar yang menyuarakan peringatan terkait dampak serius yang bisa timbul jika hal ini tidak segera diantisipasi.
Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Nandi Julyanto, menegaskan bahwa tanpa pengendalian, pasar otomotif Indonesia akan dibanjiri produk asing. Ia mengatakan bahwa jika Amerika Serikat dan China gagal mencapai kesepakatan tarif, maka produk-produk buatan China akan dialihkan ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Jika tidak tercapai kesepakatan, produk asal China akan membanjiri negara-negara di wilayah selatan, termasuk Indonesia,” kata Nandi dalam sebuah diskusi mengenai industri otomotif di Jakarta. Menurutnya, efek domino dari kebijakan global sangat nyata bagi pasar domestik.
Di tengah laju pertumbuhan tren elektrifikasi, Indonesia berpotensi menjadi tujuan penyaluran kelebihan produksi mobil listrik China. Produk tersebut memiliki harga jual kompetitif dan dukungan subsidi besar dari pemerintahnya, membuat persaingan menjadi tidak seimbang bagi produsen lokal.
Nandi menyebut bahwa ekosistem otomotif nasional belum siap menghadapi gelombang besar kendaraan impor jika tidak dibarengi dengan regulasi yang tepat. Ia mendorong agar pemerintah memperkuat aturan soal Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk melindungi industri dan memperkuat pengembangan SDM otomotif.
Marketing Director PT Toyota Astra Motor (TAM), Jap Ernando Demily, menambahkan bahwa pihaknya terus memperkuat posisi melalui kendaraan hybrid buatan lokal. Toyota telah memproduksi beberapa model elektrifikasi seperti Kijang Innova Zenix dan Yaris Cross dengan TKDN mencapai 80%.
Ernando menyatakan bahwa strategi tersebut bukan hanya soal inovasi teknologi, tapi juga bentuk komitmen untuk membangun industri yang tangguh. Ia menegaskan bahwa menghadapi mobil listrik China yang semakin agresif, produsen nasional harus mengandalkan kualitas lokal dan efisiensi produksi.
Menurut data Gaikindo, penjualan mobil listrik berbasis baterai (BEV) dari Januari hingga Mei 2025 tercatat sebanyak 30.327 unit, melampaui jumlah penjualan mobil hybrid yang mencapai 22.819 unit. Mayoritas BEV yang terjual di Indonesia berasal dari merek China yang merajai segmen harga terjangkau.
Pakar otomotif Yannes Martinus Pasaribu menyebut bahwa lonjakan ini terjadi karena masih lemahnya komitmen produksi lokal dari para pemain baru. Ia mengingatkan bahwa jika insentif diberikan tanpa syarat TKDN yang ketat, maka industri komponen nasional akan kehilangan daya saing.
Toyota menyambut baik kesepakatan tarif sementara antara Amerika Serikat dan China yang berlaku selama 90 hari, karena berpotensi menahan laju masuknya produk China ke kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Nandi menyebut pengalaman Filipina sebelumnya harus dijadikan pelajaran untuk menghindari skenario serupa.
Namun di sisi lain, Nandi juga menyadari pentingnya kerja sama global untuk membangun rantai pasok mobil listrik. Indonesia tidak bisa berdiri sendiri dalam membangun ekosistem EV, terutama dalam pengembangan baterai dan infrastruktur energi baru terbarukan.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa kolaborasi internasional tetap harus dibarengi dengan perlindungan terhadap produsen dan pekerja lokal. Jika mobil listrik China dibiarkan masuk tanpa syarat, maka lapangan kerja yang telah dibangun bertahun-tahun berisiko hilang dalam waktu singkat.
Toyota sendiri telah mempersiapkan strategi jangka panjang dalam elektrifikasi, termasuk investasi pada baterai dan fasilitas produksi. Namun, langkah ini berisiko gagal apabila pasar dibanjiri produk impor yang tidak memberikan nilai tambah bagi pengembangan industri dalam negeri.
Yannes juga menyampaikan bahwa pemerintah telah menetapkan tenggat hingga tahun 2026 bagi pelaku industri untuk mencapai tingkat kandungan lokal (TKDN) antara 40% hingga 60% pada mobil listrik. Kebijakan ini penting untuk memastikan bahwa insentif diberikan kepada perusahaan yang benar-benar membangun ekosistem industri di Indonesia.
Dalam situasi ini, Toyota berharap agar pemerintah tidak hanya fokus pada peningkatan angka penjualan kendaraan listrik, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan industri dan kesiapan SDM dalam negeri. Transformasi menuju mobilitas ramah lingkungan tidak akan berhasil jika industri dalam negerinya runtuh. (dda)