Hyundai Ioniq 5 bekas tahun 2023 kini dibanderol hanya Rp 460 juta, turun drastis dari harga barunya yang mencapai Rp 844 juta. Depresiasi tajam ini jadi bukti nyata bahwa pasar mobil listrik bekas masih menghadapi tantangan besar.
UPDATEOTOMOTIF.COM - Mobil listrik yang dulu digembar-gemborkan sebagai masa depan kendaraan ramah lingkungan, kini menghadapi tantangan serius di pasar mobil bekas.
Dalam dua tahun pemakaian, penurunan harga jualnya bisa mencapai lebih dari 50 persen.
Angka ini jauh lebih tinggi dibanding mobil berbahan bakar bensin maupun diesel yang biasanya hanya turun sekitar 15–25 persen di tahun pertama, dan menyusut 10–15 persen di tahun-tahun berikutnya.
Menurut pengamat otomotif sekaligus akademisi dari Institut Teknologi Bandung, Yannes Martinus Pasaribu, masalah utama bukan sekadar pada performa kendaraan.
Ia menegaskan bahwa harga mobil listrik bekas anjlok terutama disebabkan oleh persoalan baterai yang belum terpecahkan.
“Penyebab utama dan paling fundamental dari anjloknya harga mobil listrik bekas (BEV) adalah risiko tinggi yang melekat pada baterai serta pesatnya perkembangan teknologi baterai itu sendiri,” ujar Yannes ketika dihubungi pada Jumat (6/6/2025).
Baterai memang memegang peran krusial dalam struktur harga mobil listrik. Komponen ini bisa menyumbang sekitar 30 hingga 40 persen dari total biaya produksi mobil baru.
Namun, meski menjadi inti dari sumber tenaga, baterai justru menjadi titik rawan yang membuat calon pembeli mobil bekas berpikir dua kali.
Kia EV6 GT Line 2023 alami depresiasi hingga 57% hanya dalam dua tahun. Baterai mahal dan teknologi yang cepat berubah jadi penyebab utama harga jual mobil listrik bekas anjlok.
Baterai mobil listrik tidak bisa dihindarkan dari degradasi. Setiap siklus pengisian, yang bisa mencapai hingga 3.000 kali, akan sedikit demi sedikit mengurangi kapasitasnya. Akibatnya, performa kendaraan ikut tergerus seiring waktu.
Lebih dari itu, masa pakai baterai umumnya dibatasi sekitar 7 sampai 8 tahun. Setelah itu, garansi pabrik pun habis.
Inilah momen krusial yang membuat banyak konsumen khawatir. Biaya penggantian baterai yang sangat tinggi—bahkan bisa menembus ratusan juta rupiah—membuat banyak orang mundur.
Dalam beberapa kasus, harga baterai baru justru lebih mahal dari harga pasar mobil listrik bekas itu sendiri.
“Ketidakpastian ini bikin pembeli ragu, apalagi teknologi terus berkembang, membuat mobil listrik baru lebih menarik secara performa dan harga,” jelas Yannes.
Memang, perkembangan teknologi mobil listrik sangat cepat. Bahkan dalam dua tahun saja, jurang teknologi antara model lama dan yang baru terasa signifikan.
Salah satu contohnya adalah harga baterai Lithium Iron Phosphate (LFP) di pasar global. Jika pada 2023 harganya masih di kisaran USD 149 per kWh, maka pada 2025 turun drastis menjadi hanya USD 99 per kWh.
Perubahan ini secara langsung mempengaruhi harga mobil listrik baru yang makin terjangkau dan performanya terus meningkat.
Otomatis, mobil listrik bekas tampak semakin tertinggal dari segi fitur, daya jelajah, dan teknologi keseluruhan.
“Artinya, harga mobil listrik baru ke depan akan makin murah, dan mobil bekas semakin ketinggalan zaman. Efeknya, nilai jual kembali mobil lama langsung anjlok,” tambah Yannes.
Penurunan nilai ini juga terlihat nyata di pasar mobil bekas. Berdasarkan data dari platform jual beli kendaraan OLX, sejumlah model mobil listrik mengalami depresiasi yang cukup ekstrem.
Hyundai Ioniq 5 Signature Long Range lansiran 2023, misalnya, turun dari Rp 844 juta saat baru menjadi hanya Rp 460 juta saat dijual bekas—depresiasi mencapai 55 persen.
Kia EV6 GT Line tahun 2023 juga merasakan hal serupa. Harga barunya mencapai Rp 1,349 miliar, namun di pasar mobil bekas hanya laku sekitar Rp 775 juta, setara penurunan 57,5 persen.
Bahkan Wuling Air ev Long Range tahun 2023, yang tergolong murah untuk ukuran mobil listrik, tetap mengalami depresiasi sebesar 51,75 persen dari harga awal Rp 299,5 juta menjadi hanya Rp 155 juta.
Fenomena ini menjadi tantangan besar bagi para produsen otomotif. Tanpa adanya strategi purna jual yang menjamin umur baterai, program tukar tambah, atau insentif penggantian baterai, kepercayaan pasar terhadap mobil listrik bekas akan terus menurun.
Pasar sekunder yang sehat sangat penting untuk kelangsungan adopsi mobil listrik secara menyeluruh di Indonesia.
“Perubahan teknologi terlalu cepat untuk dikejar nilai jualnya. Mobil listrik bukan hanya soal ramah lingkungan, tapi juga soal kepercayaan pasar terhadap daya tahan dan nilai ekonomis jangka panjang,” tutup Yannes. (vip)